https://www.beritaterkinidunia.online/ 2025-07-30T11:39:29+00:00 1.00 https://www.beritaterkinidunia.online/2025/07/kemlu-masalah-pasif-tanggapi.html 2025-07-30T11:39:29+00:00 0.80 Rutinitas Flexing Keluarga Petinggi Nepal Pacu Amarah Gen Z

Breaking News

Rutinitas Flexing Keluarga Petinggi Nepal Pacu Amarah Gen Z

 Rutinitas Flexing Keluarga Petinggi Nepal Pacu Amarah Gen Z

Rutinitas Flexing Keluarga Petinggi Nepal Pacu Amarah Gen Z

KATHMANDU - Beberapa aktivis dan ahli menjelaskan jika satu diantara penyebab khusus protes yang berbuntut pada kekacauan di Nepal ialah pemahaman yang berkembang jika keluarga elite penguasa hidup relatif eksklusif di negara yang miskin, hingga menunjukkan kesenjangan yang dalam.

Di sosial media Nepal, istilah "beberapa anak nepo" — plesetan dari nepotisme — menjadi trending sejumlah minggu mendekati protes hari Senin. Istilah ini biasanya dipakai untuk mengarah pada beberapa anak petinggi tinggi pemerintahan dan menteri. Beberapa petinggi pemerintahan dan politikus Nepal sudah lama hadapi dakwaan korupsi yang menjalar, ketidaktahuan mengenai bagaimana uang public dibelanjakan, dan apa beberapa dari uang itu dipakai untuk memodali pola hidup eksklusif yang nampaknya dicicipi keluarga mereka, walaupun upah sah mereka sederhana. 

Sejumlah video di basis sosial media seperti TikTok dan Instagram memperlihatkan famili petinggi pemerintahan dan menteri melancong dengan atau berfoto dari sisi beberapa mobil mahal dan kenakan beberapa merek pendesain. "Amarah atas 'anak-anak nepo' di Nepal menggambarkan frustrasi public yang dalam," kata Yog Raj Lamichhane, pendamping profesor di Sekolah Usaha Kampus Pokhara Nepal. 

Yang mengagetkan warga Nepal ialah bagaimana beberapa pimpinan politik—orang tua dari beberapa anak nepo—yang dahulu hidup sederhana sebagai karyawan partai, "sekarang memperlihatkan pola hidup eksklusif seperti figur mapan," tutur Lamichhane ke Al Jazeera. Tersebut penyebabnya beberapa demonstran menuntut pembangunan komisi interograsi khusus untuk "menyelidik secara detail sumber kekayaan [para diplomatisi] mereka, menyorot kekuatiran yang bertambah luas mengenai korupsi dan ketimpangan ekonomi di negara ini", katanya.

Baca Juga : 7 Argumen Gen Z Nepal Turun ke Jalanan, Salah Satunya Trend #NepoBaby dan #NepoKids

Nepal secara tradisionil adalah warga yang feodal, dengan mekanisme monarki yang tetap berlaku sampai kurang dari 2 dasawarsa lantas, ungkapkan Dipesh Karki, pendamping profesor di Sekolah Management Kampus Kathmandu. Sepanjang sejarah negara ini, "mereka yang berkuasa sudah menggenggam kendalian atas sumber daya dan kekayaan bangsa, yang menyebabkan apa yang dapat disebut sebagai persaingan perebutan kekuasaan oleh elit", tutur Karki ke Al Jazeera. Awal minggu ini, sebuah video di TikTok tampilkan gambar Sayuj Parajuli, putra bekas Ketua Mahkamah Agung Nepal Gopal Parajuli, berfoto dari sisi mobil dan di restaurant eksklusif. "Terbuka memperlihatkan mobil dan arloji eksklusif di sosial media. 

Tidakkah kita telah jemu sama mereka?" tulis info video itu. Video lain tampilkan gambar sama dari Saugat Thapa, putra Bindu Kumar Thapa, menteri hukum dan masalah parlemen di pemerintah Oli. Karki menjelaskan kekayaan dan usaha perkotaan, dan peluang pendidikan, beberapa terpusat di kelompok keluarga elit, khususnya mereka yang mempunyai jaringan politik. Penghasilan tahunan per kapita Nepal, yang sekitaran USD1.400, adalah yang paling rendah di Asia Selatan. Tingkat kemiskinannya secara konsisten ada di atas 20 % dalam sekian tahun akhir. Pengangguran di kelompok pemuda di negara ini sudah menjadi rintangan besar, sedangkan prosentase pemuda Nepal yang tidak bekerja dan tidak meneruskan pendidikan capai 32,6 % di tahun 2024, dibanding 23,5 % di negara tetangga India, berdasar data Bank Dunia.

Mengakibatkan, sekitaran 7,5 % warga negara itu ada di luar negeri di tahun 2021. Sebagai perbedaan, sekitaran 1 % warga India ada di luar negeri. Di tahun 2022, sekitaran 3,2 % warga Pakistan ada di luar negeri. Ekonomi Nepal benar-benar tergantung pada remitansi dari masyarakatnya yang bekerja di luar negeri. "Realita pahitnya ialah beberapa warga miskin ada di luar Nepal, mengirim remitansi ke Nepal," kata Karki. 

Baca Juga : Sekedar Info Berita

Di tahun 2024, remitansi individu yang diterima capai 33,1 % dari produk lokal bruto (PDB) negara itu — termasuk yang paling tinggi di dunia, sesudah Tonga, yang prosentasenya capai 50 persen; Tajikistan sejumlah 47,9 persen; dan Lebanon sejumlah 33,3 %. Untuk India, prosentase ini capai 3,5 % dan untuk Pakistan, 9,4 %, di tahun sama. Karki menjelaskan pemilikan tanah tidak rata walaupun ada usaha reformasi tanah. "10 % rumah tangga paling atas mempunyai lebih dari 40 % tanah, sedangkan beberapa warga miskin perdesaan tidak mempunyai tanah atau bisa disebutkan nyaris tidak mempunyai tanah." "Apa yang terjadi di Nepal sekarang ini bisa dipandang seperti... keseluruhan kesenjangan yang sudah menulari negara ini dari dulu saat," kata Karki.

0 Comments

© Copyright 2022 - Seputar Berita Dunia